Surat Mendagri, Warning Bagi Bupati Bengkulu Utara

RubriKNews.com, BENGKULU UTARA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian layangkan surat ke seluruh kepala daerah se Indonesia, dimana surat yang bernomor 130/13988/SJ, yang dikeluarkan pada 13 Desember 2019 lalu, dengan perihal Penyederhanaan Birokrasi pada Jabatan Administrasi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Hal tersebut, tidak hanya membuat tertundanya pembuatan Raperda Bengkulu Utara mengenai nomenklatur perangkat daerah. Namun juga, menjadi warning bagi seluruh kepala daerah, tidak bisa lagi sembarangan melakukan penempatan pejabat eselon III dan IV, terkhususnya dilingkungan Pemkab Bengkulu Utara.

Pasalnya, Mendagri mengingatkan akan adanya perubahan besar-besaran atas penyederhanaan birokrasi dan jabatan dilingkungan Pemkab Bengkulu Utara. Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan Bupati Bengkulu Utara Ir. Mi’an, tidak merespon konfirmasi awak media, terkait penempatan jabatan eselon III kebawah, yang tidak bisa lagi dilakukannya. Terlebih lagi, menjelang Pilkada, dan adanya dugaan jual beli jabatan, dengan bakal adanya Undang-undang baru nanti, ditambah surat mendagri ini, meminimalisir adanya indikasi jual beli jabatan dilingkungan Pemkab Bengkulu Utara.

Sementara itu, dengan adanya surat mendagri ini, juga berdampak terhentinya pembuatan Raperda Nomenklatur di Pemkab BU, yang sejauh ini sudah melewati tahapan pandangan umum fraksi di lembaga legislatif. Sementara, APBD juga sudah terkuras, dengan belanja studi banding 30 anggota DPRD BU atas pembuatan Raperda ini.

Menariknya, Sulita Maida selaku Kabag Ortala Setdakab Bengkulu utara ketika dikonfirmasi terhentinya pembahasan Raperda nomenklatur, yang akan merubah status Kantor Kesbangpol menjadi Badan, dan juga Dinas Penanaman Modal, yang akan berubah menjadi Pelayanan Satu Atap ini, enggan untuk memberikan komentar. Namun Sulita tidak menampik jika surat itu juga membuat kepala daerah tidak lagi bisa sembarangan melakukan mutasi, terutama untuk pejabat eselon III dan IV.

“Iya surat itu sudha kita terima, dan saat ini tengah kita analisis. Namun yang pasti, terhentinya revisi Perda itu tidak dapat kita pungkiri, mengingat intruksi ini tegas disampaikan oleh pemerintah pusat,” singkatnya.

Juhaili : Kita Ikuti Intruksi Pemerintah Pusat

Sementara itu, merespon tertundanya pembahasan Raperda Nomenklatur ini, Wakil Ketua I DPRD BU Juhaili, menanggapinya dengan santai. Ia berkata, jika memang ada dasarnya dan tidka bisa dilanjutkan atas arahan dari mendagri, ia harus diikuti. Tentunya, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan ada dasarnya, dan pemerintah didaerah tentunya harus mematuhinya.

“Mau bagaimana lagi, jika memang tertunda, ya kita tunda. Kita tunggu saja seperti apa kelanjutannya, dan sejauh ini pembahasan memang terpaksa ditunda,” singkatnya.

Untuk diketahui, surat mendagri menyebutkan 10 item dalam penyederhanaan birokrasi ini. Dimana, salah satunya selain bupati tidak diizinkannya melakukan penempatan jabatan, kemudian jabatan yang harus diisi dengan label ASN yang berkompetensi, serta penundaan melakukan perubahan aturan terkait nomenklatur. Dimana, penyederhanaan birokrasi ini pada Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi hanya 2 (dua) level. Yaitu, Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (Eselon II) dan Jabatan Administrator (Eselon III), kecuali pada Jabatan Pengawas (Eselon IV) tertentu, yang masih diperlukan.

Laporan : Redaksi

Related posts

Leave a Comment